Musim baru telah tiba, dan Manchester City di bawah asuhan Pep Guardiola menunjukkan geliat yang menjanjikan. Dalam pertandingan pramusim melawan Juventus di Piala Dunia Antarklub, The Citizens tampil dominan dengan kemenangan telak 5-2. Kemenangan ini bukan hanya sekadar skor, melainkan sebuah sinyal bahwa Pep telah menemukan solusi untuk problem musim lalu saat menghadapi tim yang bermain bertahan total (parkir bus).
Perubahan Taktik Guardiola: Lebih Banyak Penetrasi dan Fleksibilitas
Salah satu sorotan utama dari pertandingan ini adalah peningkatan drastis dalam hal penetrasi serangan. Musim lalu, City sering kesulitan membongkar pertahanan rapat. Namun, kini, terlihat pemain-pemain City lebih banyak melakukan tusukan langsung ke jantung pertahanan lawan. Juventus, yang mencoba bermain dengan menumpuk pemain di belakang, dibuat tak berdaya.
Pertandingan dimulai dengan Juventus menggunakan formasi tiga bek (Kalulu, Savona, Kelly) dan Vlahovic sebagai ujung tombak. Sementara itu, Manchester City menggunakan formasi 4-3-3 di atas kertas, dengan Marmus, Doku, dan Savinho di lini depan. Rodri kembali bermain setelah cedera, melindungi pertahanan yang diisi Nunes, Dias, Akanji, dan Aid Nuri.
Pep Guardiola terlihat lebih cair (fluid) dalam membangun serangan. Di awal, City sering menggunakan shape 3-1 dalam build-up, dengan dua bek tengah ditambah Aid Nuri di belakang, Rodri di depannya, dan Nunes naik sebagai fullback. Bernardo Silva juga sering berotasi mengisi sayap. Juventus merespons dengan shape bertahan 5-4-1 yang rapat.
Peran Kunci Doku dan Rotasi Posisi yang Revolusioner
Perubahan paling menarik terlihat pada posisi Doku. Jika pada musim sebelumnya winger City dituntut untuk selalu melebar maksimal, kini Doku lebih sering bergerak ke tengah. Ini menunjukkan keinginan Pep untuk menumpuk lebih banyak pemain di lini tengah. Tujuannya jelas: melakukan counter press dengan segera saat kehilangan bola. Dengan banyak pemain di area sentral, recovery bola akan lebih cepat dan efektif.
Rotasi posisi juga menjadi kunci dalam memecah pertahanan Juventus. Terkadang, shape 3-1 dengan Rodri dan dua bek tengah di belakang, Aid Nuri inverted ke tengah, dan Doku melebar maksimal bersama Nunes. Rotasi ini bertujuan untuk membuat pertahanan Juventus tidak seimbang (unbalance), terutama dalam melakukan marking.
Contoh nyata efektivitas taktik ini terlihat pada gol pertama. Aid Nuri yang inverted dan Doku yang tidak melebar maksimal menciptakan situasi satu lawan satu yang diinginkan Pep. Doku melakukan gerakan in and out yang mengecoh Kosta, lalu first touch-nya diarahkan keluar untuk menipu Kalulu, membuka ruang tembak, dan mencetak gol indah.
Efisiensi dalam Build-Up dan Serangan Balik
Meskipun kebobolan satu gol akibat kesalahan Ederson, City terus menunjukkan keunggulan dalam build-up. Salah satu tujuan shape 3-1 Pep adalah mendorong pemain lebih banyak ke ruang antar lini. Hal ini terlihat jelas, dengan empat pemain di ruang antar lini yang siap melakukan penetrasi lewat lari ke belakang lini lawan.
City juga sering melakukan overload di sisi sayap (wide overload) dan rotasi posisi untuk menciptakan situasi satu lawan satu, sekaligus memanipulasi marking lawan. Contohnya, Savinho di sayap disusul penetrasi Nunes yang berhasil mengekspos celah pertahanan Juventus, berujung pada gol bunuh diri Kalulu.
Pragmatisme Melalui Long Pass dan Ancaman Haaland
Di babak kedua, meskipun Juventus mencoba press tinggi, build-up cair City terbukti mampu melewatinya dengan mudah. Rotasi kembali terlihat, dengan Nunes yang inverted, Rodri turun di samping bek tengah, dan Bernardo Silva melebar mendekati Savinho. Gol ketiga tercipta dari kombinasi cerdas tanpa bola yang memecah marking, berujung pada gol Haaland.
Menariknya, Pep Guardiola juga menunjukkan sisi pragmatis dan efektif dengan penggunaan umpan panjang (long pass) atau build-up secara direct. Formasi City mengakomodasi taktik ini dengan menempatkan tiga pemain di depan dalam situasi satu lawan satu, memungkinkan umpan panjang langsung ke belakang lini atau ruang antar lini.
Masuknya Erling Haaland di paruh waktu membuat lini serang City semakin berbahaya dan membuat taktik long pass lebih efektif, terutama dari situasi bola mati. Gol keempat tercipta dari long pass Ederson ke Haaland, yang kemudian memberikan umpan terobosan cerdik kepada Savinho, lalu diselesaikan dengan mudah oleh Foden. Gol kelima juga datang dari Savinho, menunjukkan bahaya City dari bola muntah.
Pekerjaan Rumah dan Masa Depan Manchester City
Meskipun performa menyerang City sangat impresif, ada beberapa pekerjaan rumah di fase bertahan. Offside trap beberapa kali berhasil, namun di gol terakhir, solo run Gildis berujung pada umpan diagonal ke Vlahovic yang lolos dari jebakan offside dan mencetak gol hiburan.
Perjalanan Pep Guardiola untuk mengembalikan City ke performa puncaknya tentu masih panjang, apalagi dengan persaingan ketat di kompetisi lain. Namun, awal musim ini menunjukkan bahwa ide-ide taktisnya mulai matang dan efektif. Akan sangat menarik untuk menantikan bagaimana Manchester City menghadapi lawan-lawan berat selanjutnya dengan inovasi taktik ini.