Arsenal Kunci Kemenangan UCL Perdana Strategi Cerdas Arteta Bungkam PSG!

Musim Liga Champions kali ini, Arsenal memulai perjalanan dengan manis! Setelah bermain imbang di laga pembuka, The Gunners berhasil meraih kemenangan perdana mereka di match kedua fase grup dengan mengalahkan raksasa Prancis, Paris Saint-Germain, dengan skor 2-0. Kemenangan ini bukan hanya sekadar tiga poin, tapi juga bukti kematangan taktik Mikel Arteta yang semakin terasah.

Apa yang menarik dari pertandingan ini? Arsenal tidak lagi terobsesi dengan dominasi penguasaan bola. Statistik berbicara, mereka mampu memenangkan laga meski hanya menguasai 30% bola dan melepaskan enam tembakan! Strategi “ngegas” di awal dan bermain reaktif setelah unggul menjadi kunci keberhasilan The Gunners.

Penasaran dengan detail taktik revolusioner Arsenal di laga ini? Mari kita bedah bersama!

Formasi Fleksibel dan Perubahan Kunci

Absennya Martin Odegaard membuat Arteta melakukan penyesuaian signifikan pada formasinya. Dari biasanya 4-3-3, Arsenal kali ini tampil dengan formasi yang lebih menyerupai 4-4-2.

Di lini belakang, duet Saliba dan Gabriel tetap menjadi andalan. Absennya Ben White digantikan oleh Timber di posisi bek kanan, sementara Calafiori menjadi starter untuk ketiga kalinya sebagai bek kiri. Lini tengah dipercayakan pada duo Declan Rice dan Thomas Partey, yang diapit oleh winger Martinelli dan Bukayo Saka. Di lini depan, Arteta menampilkan duet Kai Havertz dan Leandro Trossard sebagai “double false nine.”

Di sisi lain, Luis Enrique dengan PSG-nya tampil dengan formasi 4-3-3. Trio Barcola, Lee Kang-in, dan Dembele mengisi lini serang, ditopang oleh trio gelandang Ugarte, Zaire-Emery, dan Vitinha. Duet Marquinhos dan William Pacho di jantung pertahanan diapit oleh dua fullback eksplosif, Nuno Mendes dan Achraf Hakimi.

Strategi Awal: High Press dan Pressing Trap yang Mematikan

Sejak menit awal, Arsenal langsung tancap gas. Saat tidak menguasai bola, mereka menerapkan high press agresif untuk membuat PSG tidak nyaman dalam membangun serangan dari belakang. Tujuannya jelas: merebut penguasaan bola secepat mungkin.

Tekanan dari lini depan Arsenal mengarahkan build-up PSG ke sisi sayap, yang kemudian dilanjutkan dengan pressing trap yang rapi. Bukayo Saka akan menekan fullback lawan, sementara dua gelandang Arsenal akan naik untuk menutup opsi umpan ke gelandang PSG. Eksekusi pressing ini sungguh luar biasa. Terlihat bagaimana Trossard sigap menggantikan peran Rice untuk menjaga Vitinha saat Rice sedikit terlambat naik.

Tak hanya itu, para pemain belakang Arsenal juga sangat cepat melakukan closing down. Kedua fullback dan bek tengah mereka agresif dalam melakukan marking, memastikan pemain lawan yang menjadi target umpan tidak memiliki ruang untuk membalikkan badan.

Dinamika Serangan dan Pergerakan “Inverted Fullback” yang Revolusioner

Ketika menguasai bola, Arsenal menampilkan serangan yang sangat dinamis. Salah satu aspek paling menonjol adalah peran Calafiori sebagai inverted fullback. Ia masuk ke tengah untuk mendampingi Partey dan mendorong Rice ke posisi “Nomor 8” yang lebih ofensif. Namun, Calafiori diberi kebebasan lebih, bahkan sesekali melakukan overlap ke area kanan—sesuatu yang membedakannya dari inverted fullback Arsenal sebelumnya.

Saliba juga beberapa kali terlihat bermain sebagai bek tengah yang bergerak ke tengah, menciptakan koneksi sebagai gelandang ekstra di lini tengah.

Dinamika pergerakan ini juga terlihat jelas di lini depan. Dengan dua penyerang bertipe “false nine”, serangan The Gunners menjadi lebih cair. Havertz seringkali turun ke area half-space kanan untuk mengisi posisi gelandang “Nomor 8”, area yang biasanya ditempati Odegaard. Trossard juga kerap bergerak roaming, bahkan turun lebih jauh hingga ke area fullback kiri, memanfaatkan ruang yang ditinggalkan Calafiori saat masuk ke tengah. Trossard bisa bebas bergerak karena Martinelli berhasil “mengikat” fullback kanan PSG.

Pergerakan pemain yang dinamis ini berulang kali menghasilkan peluang. Gol pertama The Gunners bahkan tercipta dari skema serupa: Calafiori invert ke tengah, dan Trossard roaming ke area yang ditinggalkannya. Pemain asal Belgia ini kemudian membawa bola hingga ke depan, bersamaan dengan Martinelli yang mengikat fullback kanan PSG. Trossard lalu melepaskan umpan silang diagonal ke kotak penalti yang disambut dengan sundulan Havertz. Bergerak dari lini kedua, Havertz berlari di antara dua bek PSG dan berhasil mendahului Donnarumma yang hendak meninju bola.

Gol kedua secara tidak langsung juga berawal dari pergerakan Trossard, kali ini ia roaming ke sisi kanan. Ia menjadi outlet progresi di area half-space kanan dan memberikan umpan kepada Saka di area sayap. Situasi satu lawan satu membuat Saka dilanggar oleh Nuno Mendes, menghasilkan tendangan bebas di area yang cukup jauh dari gawang. Para pemain Arsenal menumpuk di tiang jauh dan bergerak ke tiang dekat sesaat sebelum bola ditendang oleh Saka. Bola dieksekusi dengan in-swing atau melengkung ke arah gawang, tidak mengenai pemain Arsenal atau PSG. Namun, pergerakan cerdas dari para pemain The Gunners membuat Donnarumma kaget dalam mengantisipasi bola yang cukup sulit ini. Lagi-lagi, keunggulan Arsenal dalam skema bola mati terbukti ampuh.

Babak Kedua: Blok Pertahanan Kompak dan Counter Attack Berbahaya

Setelah unggul dua gol, The Gunners tidak lagi memiliki urgensi untuk bermain terbuka di babak kedua. Arteta memilih untuk bermain lebih bertahan, menerapkan blok pertahanan yang sangat kompak, mirip dengan strategi mereka saat menghadapi Manchester City.

Blok pertahanan 4-4-2 ini selalu rapat di sisi bola. Ketika bola berada di tengah, pertahanan akan kompak di tengah. Saat bola digeser ke samping, blok pertahanan Arsenal akan segera bergeser, memastikan mereka tidak kalah jumlah di sisi lapangan. Terlihat bagaimana pertahanan The Gunners bisa rapat di area lebar, namun juga tetap memiliki banyak pemain di kotak penalti untuk mengantisipasi umpan silang lawan.

Meski demikian, Havertz dan kawan-kawan sesekali masih menerapkan high press di babak kedua. Menariknya, setiap high press yang mereka lepaskan berhasil merebut bola di area pertahanan PSG dan menghasilkan peluang yang cukup mengancam gawang Donnarumma.

Hingga laga berakhir, The Gunners sukses mempertahankan keunggulan mereka. Musim ini, terlihat jelas bagaimana Arteta semakin matang. Ia tidak lagi memaksakan timnya untuk selalu dominan dalam penguasaan bola sepanjang laga. Berbeda dengan Luis Enrique, Arteta akan “start ngegas” untuk mencuri keunggulan, dan akan bermain lebih aman ketika sudah unggul, terutama saat menghadapi lawan dengan kualitas sepadan.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *