Evan Dimas Memadukan Sepak Bola dengan Seni di SSB Saraswati Tulungagung

Mantan kapten Timnas Indonesia, Evan Dimas, kini memilih jalur unik dalam mendedikasikan dirinya pada dunia sepak bola. Bukan lagi mengejar trofi di lapangan hijau, Evan kini fokus membina talenta muda di SSB Saraswati Tulungagung. Keputusannya ini membawa filosofi baru: memadukan sepak bola dengan seni, menjadikannya sebuah koreografi gerak dan harmoni ritme.

Misi Baru Evan Dimas: Menanamkan Nilai Sepak Bola yang Artistik

Evan Dimas, yang kini berusia 30 tahun, tak sekadar menjadi pelatih biasa. Di SSB Saraswati, yang uniknya bernaung di bawah Sanggar Seni Saraswati di Dusun Majan, Desa Mojoarum, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, ia berupaya menanamkan nilai-nilai fundamental sepak bola sejak dini. Baginya, sepak bola jauh melampaui olahraga fisik semata; ia adalah bentuk seni yang indah dan memukau.

Sepak Bola dan Tari: Harmoni Gerakan yang Menyatu

“Saya ingin memasukkan unsur-unsur dari seni ini pada sepak bola,” ungkap Evan. Sekilas, seni tari dan sepak bola tampak berbeda. Namun, Evan melihat kesamaan fundamental: formasi pemain, pergerakan di lapangan, hingga tempo permainan memiliki irisan kuat dengan pola gerak dalam tari.

Inspirasi datang dari pengamatannya terhadap latihan tari di sanggar. Ia menemukan bahwa unsur-unsur tertentu dapat diterapkan dalam sepak bola. Salah satu contohnya adalah tarian Reog Kendang khas Tulungagung. Gerakan memutar dalam Reog Kendang, bagi Evan, serupa dengan rondo dalam sepak bola—latihan dasar untuk mengasah kontrol bola dan kerja sama tim. “Ketika ada lawan di tengah, kita harus keliling, bekerja sama untuk merebut bola. Itu bisa jadi inspirasi dari Reog Kendang,” jelasnya.

Selain itu, Evan juga menyoroti gaya samba dari Brasil sebagai bukti nyata bagaimana elemen tari dapat melahirkan gaya bermain sepak bola yang memikat secara visual. “Kalau sepak bola hanya gabruk-gabruk kasar, kan tidak enak ditonton. Tapi kalau dimasukkan unsur seni seperti formasi dan gerakannya, bisa jadi indah,” kata eks kapten Timnas Indonesia itu.

Sepak Bola adalah Sebuah Seni: Filosofi Evan Dimas

Bagi Evan Dimas, sepak bola ideal adalah yang mengalir laksana tarian, penuh harmoni, dan enak disaksikan. “Sepak bola adalah seni. Bukan soal keras-kerasan atau main kasar. Waduh, tidak seperti itu,” tegasnya. Pandangan ini menunjukkan bahwa seni bukan hanya pelengkap, melainkan fondasi dari filosofi kepelatihan yang ingin ia tanamkan.

Ia berharap para pemain muda di SSB Saraswati tidak hanya mahir menggiring atau menendang bola, tetapi juga memahami makna di balik setiap gerakan: keselarasan, struktur, dan pentingnya kerja sama tim.

Lebih dari Sekadar Pelatih: Membangun Karakter Lewat Kerukunan

Di lapangan sepak bola Desa Mojoarum, Evan Dimas tidak hanya fokus pada aspek teknis. Ia juga berperan sebagai pembina karakter. Layaknya seorang koreografer, Evan menyusun tidak hanya strategi bermain, tetapi juga nilai-nilai hidup yang membentuk kepribadian anak didiknya. “Ingat, yang lebih besar harus bisa jaga adik-adiknya saat bermain. Harus saling mengayomi. Begitu juga yang kecil, harus menghormati seniornya,” pesannya.

Menurut Evan, teknik dan fisik saja tidak cukup. Relasi antarpemain—kemampuan untuk saling memahami dan bergerak sebagai satu kesatuan—adalah kunci utama. “Menang dan kalah itu biasa, yang penting adalah menjaga kekompakan dan kerukunan. Main sepak bola yang indah,” pungkas Evan Dimas.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *