Revolusi Taktik Xabi Alonso: Membongkar Kemenangan Real Madrid di Piala Dunia Antarklub

Xabi Alonso kembali memamerkan kecerdasannya di dunia taktik sepak bola. Dengan sentuhan magisnya, ia berhasil meracik strategi brilian yang membawa Real Madrid meraih kemenangan 3-1 atas Pachuca di ajang Piala Dunia Antarklub FIFA.

Perjalanan Real Madrid di bawah asuhan Alonso di turnamen ini patut disorot, terutama bagaimana ia meramu taktik yang berbeda di setiap pertandingan. Jika di laga perdana melawan Al-Hilal Alonso menerapkan “inverted fullback” dengan Trent Alexander-Arnold yang sering masuk ke tengah dan menciptakan formasi “box midfielder” yang kuat di lini tengah, pada pertandingan kedua melawan Pachuca, dimensinya benar-benar berubah. Mari kita bedah lebih dalam.

Pergeseran Taktik: Formasi dan Dinamika Build-Up Madrid

Di atas kertas, Real Madrid menggunakan formasi 1-4-3-3, atau bisa juga disebut 1-4-1-2-3, sementara Pachuca tampil dengan 1-4-2-3-1. Saat Real Madrid menguasai bola, Pachuca akan bertransformasi menjadi formasi 4-4-2 dalam fase bertahan, dengan Bautista dan Rondon di lini depan, serta empat pemain tengah yang menaikkan garis pertahanan.

Real Madrid sendiri menunjukkan dinamika dalam membangun serangan. Prinsip “spread out” atau menyebar dan memanjang menjadi kunci. Fran Garcia, Trent Alexander-Arnold, Asensio, dan Denhausen melebar untuk menciptakan ruang. Thibaut Courtois bahkan kerap membantu dua bek tengah Real Madrid, membentuk struktur tiga pemain dalam fase passing yang dirancang oleh Xabi Alonso.

Di lini tengah, Aurelien Tchouaméni berperan sebagai gelandang bertahan, ditemani oleh Arda Guler dan Jude Bellingham di depannya. Yang menarik adalah peran Federico Valverde. Meskipun secara posisi ia bermain sebagai sayap kanan, Valverde cenderung bergerak “narrow” atau masuk ke dalam. Tujuannya jelas: menciptakan opsi passing tambahan bagi para gelandang Real Madrid. Dengan Valverde yang bergerak di antara lini, Real Madrid berhasil unggul jumlah pemain di sektor tengah, menyulitkan lini tengah dan pertahanan Pachuca.

Vinicius Jr., saat Madrid masih bermain dengan 11 orang, menunjukkan pergerakan “hybrid”. Ia bisa masuk ke tengah atau tetap menjaga sisi lebar kiri. Namun, perbedaan mencolok Xabi Alonso dengan Ancelotti terlihat dari “set play” yang terencana. Pola yang dimainkan Alonso, meski belum sempurna, menunjukkan konsep yang jelas dan tidak hanya mengandalkan individu semata. Piala Dunia Antarklub ini menjadi ajang penting bagi Alonso untuk mematangkan taktiknya bersama Real Madrid.

Momen Krusial: Adaptasi Setelah Kartu Merah Asensio

Dinamika permainan berubah drastis ketika Marco Asensio diganjar kartu merah. Xabi Alonso dengan cepat beradaptasi. Eduardo Camavinga masuk menggantikan Asensio, dan peran gelandang bertahan yang awalnya dipegang Arda Guler kini diemban oleh Valverde. Secara teoritis, Valverde tidak lagi bermain sebagai sayap kanan, melainkan ikut turun ke belakang. Di lini depan, Gonzalo dan Vinicius menjadi tumpuan.

Awalnya, Vinicius tetap dengan gaya hibridnya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia diminta untuk bergerak lebih sentral. Real Madrid yang kekurangan satu pemain membutuhkan koneksi yang kuat di lini tengah, sehingga Vinicius ditarik lebih ke dalam untuk membantu Bellingham, Arda Guler, dan Valverde.

Bahkan saat water break mendekat, Real Madrid kembali menunjukkan dinamika taktik. Dengan Valverde sebagai gelandang bertahan dan Arda Guler sebagai gelandang sentral, Valverde menjadi jembatan aliran bola ke depan. Tujuannya tetap sama: memanfaatkan celah di antara dua gelandang bertahan Pachuca (Montiel dan pemain bernomor 18) yang terikat oleh Bellingham dan Arda Guler. Untuk itu, dibutuhkan support ekstra dari Fran Garcia yang melakukan overlap dan Trent Alexander-Arnold yang naik menjaga sisi lebar. Inilah esensinya! Alexander-Arnold bahkan berhasil dua kali naik ke depan dan menciptakan umpan yang berujung gol, membuktikan pentingnya adaptasi ini.

Saat bertahan dengan 10 pemain, struktur tanpa bola Real Madrid berubah menjadi 4-4-1, dengan Bellingham, Valverde, Arda Guler, dan Vinicius di lini tengah. Namun, meninggalkan Gonzalo sendirian di depan dalam fase bertahan dianggap tidak efektif karena kurangnya kecepatan. Oleh karena itu, Alonso kembali mengubah posisi, memindahkan Gonzalo ke kiri dan Vinicius masuk ke tengah. Meskipun demikian, struktur bertahan tetap 4-4-1.

Tantangan Pertahanan: High Press yang Belum Sempurna

Dari sisi bertahan, Real Madrid awalnya menggunakan formasi 4-1-4-1 atau 4-4-2 saat tanpa bola, tergantung situasi. Prinsip utama yang diterapkan adalah “high press”. Vinicius, Gonzalo, dan para gelandang melakukan man-to-man marking terhadap pemain Pachuca.

Namun, saat Real Madrid menerapkan man-to-man marking ini, organisasi press, cover, dan balance belum terorganisasi dengan baik. Hal ini terlihat ketika bola dari posisi Mourino diarahkan ke Montiel atau langsung ke Rodriguez. Bellingham atau Fran Garcia kerap kebingungan siapa yang harus dijaga. Rodriguez pun sering mendapatkan opsi passing ke Montiel, dan Bellingham yang seharusnya memberikan cover shadow tidak melakukannya dengan presisi.

Ini mengindikasikan bahwa meskipun Real Madrid melakukan high press di lini depan, penekanan atau gangguan yang diberikan belum terlalu agresif. Akibatnya, Pachuca beberapa kali berhasil menempatkan bola di belakang garis pertahanan Real Madrid, menciptakan ruang untuk bola-bola daerah. Kartu merah Asensio sendiri terjadi karena umpan langsung yang melewati lini depan Madrid, meninggalkan Asensio tertinggal dan terpaksa melakukan pelanggaran.

Ini menjadi PR besar bagi Xabi Alonso. Sistem pertahanan man-to-man marking memang tidak mudah. Satu pergerakan yang salah dapat mengacaukan seluruh struktur pertahanan. Bersama Ancelotti, Real Madrid cenderung bermain pragmatis. Kini, Alonso mencoba membentuk unit yang lebih terstruktur, namun para pemain masih perlu dilatih untuk melakukan penekanan yang lebih efektif.

Gol-Gol Kemenangan: Buah Fleksibilitas Taktik

Gol-gol Real Madrid lahir dari ketidakrapatan struktur pertahanan 4-4-2 Pachuca. Gol pertama, kedua, dan ketiga menunjukkan bahwa formasi Pachuca mulai renggang, terutama setelah dinamika yang dimainkan Real Madrid, termasuk perubahan Vinicius yang ditempatkan lebih sentral, tidak terlalu hibrid, dan bergerak di ruang antar lini. Ini menciptakan kesulitan baru bagi dua bek tengah dan empat pemain belakang Pachuca.

Kesimpulan: Awal yang Menjanjikan

Sebagai pelatih baru, Xabi Alonso jelas sedang bereksperimen dan mencoba banyak hal. Kita tidak bisa menilai hanya dari satu atau dua pertandingan, tetapi secara garis besar, terlihat jelas ada warna dan “set play” yang ingin ia hadirkan untuk Real Madrid.

Di sisi pertahanan, ada banyak hal yang perlu ditingkatkan. Jika high press masih menjadi kesulitan, opsi untuk “drop deep” atau mundur dan menunggu di garis pertahanan yang lebih rendah bisa menjadi alternatif. Hal ini terimplementasi ketika Real Madrid bermain dengan 10 orang dan membentuk formasi 4-4-1, yang meskipun awalnya sulit, mulai menunjukkan perbaikan dalam bertahan. Namun, ketika Real Madrid mencoba melakukan penekanan, masih ada celah, baik itu dari man-to-man marking yang belum presisi maupun ruang di belakang garis pertahanan.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *